hari ini gue kembali ke kosan gue setelah sekian lama meninggalkannya seperti rumah hantu. gue harus pindah karena beberapa alasan, gue mungkin udah nggak kuliah di UI lagi, gue bosen disitu, gue ngga mungkin ngekos ditempat yang bayarnya harus 1 semester ditengah keadaan gue masih gatau bakal kuliah dimana, yah pokoknya kayak gitu. singkat cerita gue kesel karena kamar gue kemasukan tikus dr jendela dan banyak baju belom gue laundry. akhirnya itu semua gue kerjain satu persatu sendirian dan kebetulan gue juga terperangkap dikamar karena hujan dan nggak bisa pulang.
setelah bolak balik warung cuci, ngelipet pakaian yang masih bersih, buang sampah, gue mulai masuk-masukin beberapa barang kedalam plastik-plastik besar. (nggak ada kardus -__-*) and this is it..
dikamar gue, banyak kertas-kertas ditempel penuh di salah satu sisi tembok kamar, beberapa disekeliling, bahkan ada juga yang ditempel di pintu kamar mandi. gue menyebutnya sebagai
kertas kertas penyemangat. Tiap kertas yang ukurannnya adalah setengah A4, berisi kalimat positif yang gue tulis dan gue tempel sendiri. Kertas-kertas ini adalah salah satu bentuk self-healing dari depresi tingkat sedang yang pernah gue derita beberapa tahun lalu. Kertas-kertas ini menyembuhkan kesedihan gue, dan sekarang gue udah nggak ngerasain lagi rasa sakit yang pernah gue rasain dulu.
sedih rasanya waktu gue terpaksa membersihkan sisi-sisi dinding dari kertas-kertas berjasa itu. setelah meletakkan kertas didalam plastik, gue mulai membersihkan meja belajar. Membuang barang yang nggak akan gue pake lagi, dan gue nemuin sebuah
kotak antik, seperti treasure box untuk gue. Kotak ini cantik, hadiah ulangtahun dari sahabat gue di umur 18. Gue udah lama banget nggak ketemu sama dia, tapi kita masih sering kontak karena masih sering curhat lewat sms. Gue inget waktu itu malem-malem gue lagi ada masalah dan dia bener-bener jadi orang yang bisa mendengar cerita gue dan menanggapinya dengan sangat bijak. Dia tau caranya supaya gue tau salah gue dimana tanpa dia harus menyalahkan gue. Gue inget nangis-nangis cerita sama dia tengah malem. Gara-gara curhat sama dia, gue bisa lebih positif dalam menghadapi masalah gue. Sahabat gue ini polos, bukan tipe-tipe wise, tapi gue bisa terlihat sangat konyol kalo curhat sama dia. Gue jadi kangen sama sahabat gue itu.
gue ambil kotak itu. Gue buka. Crap. Isinya adalah barang-barang dari mantan gue yang -pada masanya- nggak pernah bisa gue buang. Beberapa
tiket nonton dari awal kita nonton sampe kita putus, dan.... *sigh*
kelopak bunga mawar dari dia yang udah kering. Didalam hati kayak ada yang teriak "APA-APAAN INI?". Gue lupa banget pernah punya ini. Kenapa sampe dikoleksi segala sih? Well, memori gue langsung flashback dan tau kenapa gue sampe segininya. Pada saat itu, gue memulai revolusi pacaran gue dari yang nggak pernah nonton bareng jadi pernah nonton bareng. Ngok. Malu deh nulisnya -tapi tetep ditulis- tanpa ngeliat dan membuka-buka lipatannya, tumpukan tiket itu langsung gue masukin kantong sampah, begitu juga dengan kelopak-kelopak bunga mawarnya. Dulu, barang-barang sentimentil seperti ini bisa sangat sangat berarti buat gue, tapi sekarang udah nggak ada artinya lagi buat gue. Rasanya ada yang aneh pas beres-beres meja ini, mungkin karena barang-barang temuan gue sangat sensitif.
Tanpa emosi berlebihan gue membersihkan permukaan meja dan mengelapnya. Pekerjaan selanjutnya adalah ngelap kaca, dan kaca kamar gue...... juga penuh kenangan. Kenapa gue se-ekspresif ini sih dulu? -___- di permukaan kaca tertempel post it kecil-kecil berisi pesan self-optimism untuk gue sendiri, beberapa foto dengan teman-teman dan ada
foto gue dengan seseorang yang udah lamaaaaa banget. fotonya udah luntur, nggak ada warnanya lagi, tapi gue masih inget dengan siapa gue berfoto waktu itu. Shit man, dengan orang ini gue pernah sangat dekat dan tiba-tiba POFF!! hubungan itu di cut out begitu aja. Gue pernah sangat marah sama orang ini, sampe saking marahnya gue nggak berani mengekspresikannya karena takut terlalu berlebihan, seriuosly. Sekarang, rasa marah itu udah menguap entah kemana, gue fine aja dia mau ngapain juga. Lagi-lagi, waktu sudah menyembuhkan gue. Semua foto dengan orang itu pun langsung gue buang ke plastik sampah.
Gue beralih ke styrofoam yang menempel didekat kaca. Styrofoam ini berisi jadwal kuliah, shout out gue, foto dan nama cowok gue yang gue tulis dengan noraknya diatas kertas pake pulpen warna-warni. Buat gue, ini bagian dari masa kini. Sesuatu yang nggak bikin gue mengenang macam-macam karena gue masih bersama cowok gue sekarang. Tapi, beberapa tahun lagi, ketika gue lagi-lagi harus pindah kosan, apakah gue akan merasakan rasa yang sama seperti sekarang? Gue juga nggak tau.
Perasaan gue langsung campur aduk, automatically. Gue jadi mikir. Sebuah benda bisa berkurang nilainya seiring berjalannya waktu. Bisa juga tidak. Kita bisa membuangnya tanpa mau flashback lagi ke kenangan masa lalu, kita bisa sangat marah atau bahkan cuma bisa terhenyak sejenak, bisa juga bimbang harus diapakan benda ini, bisa tersenyum simpul, bisa menangis dan bisa tertawa geli. Benda itu tetap benda yang tidak berubah. Hanya cara pandang kita yang berubah. Ia bisa menjadi benda yang sangat spesial dan tidak berguna dalam sebuah tempo. Benda-benda ini, hal-hal kecil yang biasa saja, yang bisa jadi snagat sentimentil. Bisa terus disimpan, atau bahkan dibuang dan jadi barang terlupakan begitu saja. Namun satu yang pasti, kenangan yang kita miliki tentang benda-benda ini, bagaimana benda ini jadi berarti dan jadi tidak berabrti (lagi), bagaimanapun cara kita melupakannya, akan tetap ada dalam ingatan kita, sampai kapanpun. Yang paling penting adalah bagaimana supaya kenangan manis tetap dapat membuat kita tersenyum dan kenangan pahit tak bisa menghalangi kita menjalani masa depan yang baru. Nggak usah risau dan jadi galau berkepanjangan readers, tanpa kenangan, lo mungkin ga akan sampe masa depan, gatau apa yang harus lo lakukan sekarang. I think it's about how you face your future without feel guilty about your sorrow.
So, gue memasukkan semua barang-barang yang sudah tidak gue butuhkan lagi, foto-foto usang, bunga mawar, dan lain-lain itu kedalam plastik sampah karena menurut gue bagian itulah yang seharusnya tidak gue bawa ke kosan baru, dan membawa tulisan NURUL warna-warni yang norak itu ke dalam tas yang berisi barang-barang yang akan gue bawa. Gue merasa, tulisan norak itulah yang pantas untuk gue bawa ketempat baru. Tidak peduli apa yang terjadi besok, tapi gue harap gue mengambil keputusan yang benar. Gue pun mengangkut barang-barang itu, meninggalkan kamar dengan sejuta kenangan yang akan sellau gue bawa kemanapun gue pergi.